Minggu, 08 Mei 2011

STANDARISASI PROSES PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

Oleh Yusep Suryana, M.Pd.

Puluhan tahun pendidikan formal kita berjalan melalui proses pembelajaran di sekolah tanpa adanya standar yang menjadi pedoman rujukan bagaimana seharusnya proses pendidikan/pembelajaran itu berlangsung. Proses pembelajaran   yang   terjadi  di  dalam    kelas    dilaksanakan     sesuai   dengan
kemampuan dan selera guru. Tidak ada standar yang jelas dan tegas yang wajib dipedomani oleh semua guru di sekolah secara nasional. Tak ada pula upaya berarti dari semua pihak pemangku kepentingan untuk mengarahkan pembelajaran itu. Akan dibawa kemana pembelajaran/pendidikan kita? Bagaimana seharusnya proses pendidikan/pembelajaran berlangsung? Model pembelajaran seperti apa dan bagaimana yang benar untuk dilaksanakan? Tidak terang, tidak berarah, tidak berpola, dan tidak menemukan wujud jati diri pedagogisnya yang benar dan sejati sehingga hasil proses pendidikan/pembelajaran tidak efisien, tidak efektif,  dan tidak produktif.
Akibat fenomena di atas, tidaklah heran apabila dunia pendidikan kita mengalami maslah lemahnya proses pembelajaran. Menurut Sanjaya (2008: 1), dalam proses pembelajaran, peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan peserta didik untuk menghafal informasi; otak peserta didik dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahamai informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.  Alhasil,  mereka  pintar secara teortis tetapi miskin aplikasi.
Hasil pendidikan kita pun lemah. Lemah dalam aspek kemampuan intelektual, emosional, spiritual, sosial, kreativitas, maupun keterampilan. Hasil pendidikan kita tidak banyak bermakna/berguna, tidak aplikatif, tidak fungsional, dan tidak korelatif dengan eksistensi dan tuntutan kehidupan nyata. Padahal hasil pendidikan yang tidak berguna bagi diri sendiri diancam azab paling keras pada hari Kiamat (hadits Rasullullah Saw, diriwayatkan Ath-Thabrani, Ibnu Ady dan Al-Baihaqy). Hasil pendidikan yang teoritis tidak aplikatif/dilakukan adalah kebencian yang amat besar di sisi Allah (maknai surat As-Shaf ayat 2 dan 3).

Standarisasi
Syukurlah sejak tahun 2005, meskipun demikian lambat dan merugi, pemerintah menyadari persoalan di atas bahkan persoalan pendidikan lainnya secara konperhensif dengan telah menetapkannya Standar Nasional Pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab II dinyatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Dari delapan standar tersebut, standar proses memiliki peranan yang sangat penting karena bagaimanapun idealnya standar-standar lainnya, tanpa didukung oleh standar proses yang memadai  maka standar-standar tersebut tidak akan memiliki nilai apa-apa. Oleh karena itu, standar proses pendidikan harus menjadi perhatian semua pihak terkait, terutama pemerintah.
Dalam Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, Ayat (6) dinyatakan bahwa standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada suatu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Dari pengertian ini ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan, yang berarti standar proses pendidikan dimaksud berlaku untuk setiap lembaga pendidikan formal pada jenjang pendidikan tertentu dimana pun lembaga pendidikan itu berada secara nasional. Dengan demikian, seluruh sekolah seharusnya melaksanakan proses pembelajaran seperti yang dirumuskan dalam standar proses pendidikan.. Kedua, standar proses pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran, yang berarti dalam standar proses pendidikan berisi tentang bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian, standar proses pendidikan dimaksud harus dijadikan pdoman bagi guru dalam pengelolaan pembelajaran. Ketiga, standar proses pendidikan diarahkan utntuk mencapai standar kompetensi lulusan. Dengan demikian, standar kompetensi lulusan merupakan sumber atau rujukan utama dalam menentukan standar proises pendidikan.
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab IV Standar Proses, Pasal 19, Ayat (1) dinyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Inilah standar proses pembelajaran yang harus dijadikan pedoman oleh guru dalam pelaksanaan dan pengembangan pembelajaran di sekolah.

Implementasi
            Standar proses pendidikan/pembelajaran sejak tahun 2005 sudah ada. Tinggal bagaimana implementasinya di sekolah-sekolah kita. Dalam kurun waktu lima tahun ini semua elemen praktisi pendidikan, terutama guru-guru, tampaknya belum memahami dan melaksanakan standar proses pendidikan/pembelajaran itu. Gerakan aksi penilaian, pembinaan, dan pemantauan dari pihak-pihak yang berwenang terhadap pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah-sekolah sejak diberlakukannya standar itu juga tampaknya masih lemah. Penyediaan buku pedoman operasioanl model pembelajaran berbasis standar proses pendidikan secara nasional di sekolah-sekolah pun belum ada. Belum lagi soal klasik kesulitan guru-guru mengubah paradigma atau mindset pedagogis lamanya yang teacher centered ke arah student centered.
            Tidak ada yang sulit untuk dipahami, diubah, dilaksanakan, dan diadakan apabila kita memulainya dengan komitmen untuk berubah, menyadari masalah yang tengah dihadapi, memiliki visi, dan rencana mutu untuk maju. Kita selama ini lemah dalam keempat hal tersebut sehingga berbagai upaya pembaharuan selalu kembali ke kenymanan statusquo. Karena itu, dengan tekad ibadah jihad mutu pendidikan dan memiliki empat hal tersebut, mari kita mulai lakukan gerakan aksi perubahan mutu pendidikan secara terpadu yang melibatkan semua pihak berkepentingan melalui implementasi proses pembelajaran yang  standar di sekolah-sekolah, yaitu proses pemebelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.

IIMMM PAPAKKEM
            Proses pembelajaran yang standar tersebut penulis kemas menjadi model pembelajaran IIMMM PAPAKKEM (Interaktif, Inspiratif, Menyenangkan, Menantang, Memotivasi, Partisipasi Aktif, Prakarsa, Kreativitas, dan Kemandirian). Model pembelajaran itulah yang harus menjadi pedoman bagi guru dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Dengan model pemebelajaran tersebut, maka pelaksanaan proses pembelajaran  meliputi kegiatan-kegiatan kerja kelompok dan diskusi (interaktif); pencarian, penemuan, dan pengamatan langsung (inspiratif); permainan, suasana menarik, penggunaan media (menyenangkan); pemecahan masalah (menantang), berkaitan dengan kemanfaatan bagi peserta didik (memotivasi), kegiatan kooperatif (partisipasi aktif), curah pendapat (prakarsa), tugas kreasi (kreativitas), dan tugas individual (kemandirian).
            Dalam pelaksanaannya, selain bisa saja model IIMMM PAPAKKEM itu langsung dijadikan sebagai sebuah startegi,  bisa juga menggunakan strategi-strategi seperti Contextual Teaching and Learning (CTL), Cooperatif Learning (CL), Enquiry and Discovery Learning (EDL), Quantum Teaching (QT), dan pembelajaran SAVI. Strategi CTL menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2006: 255). Strategi CL menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok (Sanjaya, 2006: 244). Strategi EDL menekankan pada pencarian dan penemuan sendiri (Riyanto, 2009: 138). Strategi QT menekankan pada pembimbingan siswa belajar dengan menyenangkan, mudah, aktif, dinamis, interaktif, efektif, dan bermakna (Bobbi DePorter, et al., 2003: 3). Pembelajaran SAVI menekankan pada penggabungan  gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indera (Meier, 2002: 91). Semua pelaksanaan strategi pembelajaran tersebut pada prinsipnya berujung pada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan, serta keterampilan peserta didik yang bermakna, berguna, dan sesuai dengan kebutuhan dalam kehidupan nyata.
Rekomendasi
            Sehubungan dengan bahasan di atas, perlu direkomendasikan kepada semua pihak terkait upaya-upaya sebagai berikut.
1. Perlu segera diadakan buku pedoman operasional pelaksanaan pembelajaran berbasis standar proses pendidikan secara nasional di sekolah-sekolah sehingga dengan proses pembelajaran yang berstandar proses yang sama diharapkan menghasilkan mutu hasil pembelajaran yang realif merata/sama.
2. Perlu segera diadakan pendidikan, pelatihan, dan pembinaan yang intensif bagi pengawas, kepala sekolah, dan guru-guru tentang model pelaksanaan pembelajaran berbasis standar proses pendidikan, seperti antara lain  model CTL, CL, EDL, QT, dan SAVI dalam rangka persiapan kemampuan implementasi.
3. Perlu dilaksanakan pemantauan, pembinaan/supervisi, evaluasi, dan pelaporan yang terprogram dan berkelanjutan terhadap pelaksanaan/proses pembelajaran di sekolah-sekolah dalam rangka aksi nyata standarsiasai proses pembelajaran.
4. Perlu adanya kesadaran dari semua pihak terkait untuk berusaha mengubah paradigma konvensional yang status quo ke arah paradigma baru yang progresif dan inovatif dengan memiliki komitmen kuat untuk berubah, menyadari masalah yang dihadapi untuk diatasi, memiliki visi yang jelas dan sinergis,  memiliki rencana aksi mutu pendidikan/pembelajaran dan melaksanakannya secara fokus, total, kooperatif-partisipatif, dan melakukan perbaikan yang terus menerus (continous improvment).
            Akhirnya, dengan tidak mengabaikan upaya pelaksanaan ketujuh standar pendidikan lainnya, maka dengan menekankan pada upaya nyata standarisasi  proses pembelajaran di sekolah-sekolah diharapkan dapat mempercepat perwujudan pendidikan nasional yang bermutu. Majulah pendidikan kita!. Semoga.

Penulis adalah
Kepala SDN Gedong Dalem 1 Cilegon

Sabtu, 07 Mei 2011

Kunjungan PGRI Cabang Kec. Jombang





Ketua PGRI Kec. Jombang Nahwi, . M..MPd sedang mempersiapkan Sambutanya di depan Pengurus Kota Cilegon dan Peserta yang hadir



Dirigent sedang memimpin lagu Kebesaran PGRI bersama peserta dan semuanya menyanyikan dengan Khusu dan penh semangat




Ketua Jombang pun semangat menyanyikannya


Pengurus Kota Cilegon pun mengikutinya dengan seksama




Sekertaris dan Wakil ketua II Ikut menyanyikan lahu Mars PGRIdan Hymne PGRI



Para Peserta yang dihadiri PGRI Cabang kecamatan Se-KOta Cilegon Hadir dengan antusias dalam mengikuti acaraKunjungan kerja




Pak Ketua Sedang memberikan Sambutan dengan menyampaikan laporan Keberadaan PGRI yang dipimpinnya




Namapak dari cibeberA Fakih serius dan santai sambil menikmati kueh suguhan PGRI Jombang




M Soleh seris sekali dalam mndengarkan pada sesi saran-saran ketua PGRI Kota Cilegon



Jajara Pengurus Haran mendengarkan S|Laporan Ketua PGRI Jombang


Mulisi, M. MPd yang Juga Kepala UPTD Pendidikan jombang seang memberikan pengarahan




Peserta Sedang canda gurau dalam menerima sesi dari pengurus Kota

Selasa, 03 Mei 2011

WORKSHOP KEPALA SEKOLAH, GURU BERSERTIFIKASI DAN CALON SERTIFIKASI SE-KECAMATAN CIWANDAN


Sebanyak 135 peserta yang terdiri dari kepala sekolah dan guru bersertifikasi dan calon sertifikasi mengikuti workshop yang diselenggarakan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Cabang Kecamatan Ciwandan. Selasa (3/05/2011) bertempat di Aula SD Kubangsari I Kecamatan Ciwandan.
Hadir dalam acara tersebut Kepala Dinas Pendidikan Kota Cilegon Drs. H. Muhtar Gojali, Kepala UPTD Kecamatan Ciwandan, Ketua PGRI Kota Cilegon dan para pengurus PGRI Kota Cilegon, serta pengurus PGRI Cabang Kecamatan se-Kota Cilegon.
Workhsop yang mengambil tema “Membangun Kompetensi Kepala Sekolah dan Guru Bersertifikasi dan Calon Sertifikasi dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bertujuan untuk peningkatan mutu pendidikan yang bermuara pada profesionalitas kerja kepala sekolah dan guru.
“Saya Eti Kurniawati, S.Pd.I,M.Pd Sekertaris Bidang Penelitian dan Pengembangan (Sekbid Litbang) PGRI Kecamatan Ciwandan berharap bahwa  kegiatan ini dapat menjadi wahana untuk bertukar pikiran antara guru yang telah bersertifikasi dan yang belum sertifikasi. Olehkarenanya kesempatan langka ini seyogyanya dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para peserta.”
Selanjutnya perlu saya sampaikan bahwa terselenggaranya kegiatan ini merupakan hasil kerjasama yang sinergis diantara pengurus PGRI Kecamatan  Ciwandan dan PGRI Kota Cilegon serta Dinas Pendidikan. Maka tidak berlebihan jika pada tempatnya saya selaku Sekbid Litbang PGRI Cabang Kecamatan Ciwandan membidangi program workshop ini, sangat berterima kasih pada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya kegiatan ini,  terlebih saya mengucapkan apresiasi lebih kepada ketua PGRI Kecamatan Ciwandan  Bapak Akhmad Suradi, A.Ma.Pd dan Ketua Pelaksana kegiatan Workhsop Syamsul Ma’arif, S.Pd dan seluruh pengurus PGRI Cabang Kecamatan Ciwandan yang bahu membahu demi terselenggaranya kegiatan ini.
Kegiatan ini merupakan implementasi program kerja Sekertaris Bidang Penelitian dan Pengembangan (Sekbid Litbang) PGRI Cabang Kecamatan Ciwandan yang telah dicanangkan beberapa bulan sebelumnya setelah pelantikan.
Demikian sekretaris penelitian dan pengembanga (Litbang) PGRI Kecamatan Ciwandan Sekertaris Bidang Penelitian dan Pengembangan (Sekbid Litbang) PGRI Cabang Kecamatan Ciwandan melaporkan.( Release Libang: Et. K )

Senin, 02 Mei 2011

Refleksi Spirit Hari Pendidikan Nasional

Wajah pendidikan Indonesia akhir-akhir ini kerap mendapat sorotan negatif dari publik. Hal tersebut dikarenakan banyaknya fakta negatif pendidikan yang terekam dalam ingatan masyarakat.

Merosotnya tata krama para generasi muda, terjadinya tawuran antar pelajar, bahkan timbulnya berbagai kasus korupsi di tingkat pejabat, merupakan potret kecil dari karakter pendidikan bangsa saat ini. Pada tahun 2010 saja misalnya, tebongkar beberapa kasus korupsi seperti yang terjadi pada Bank Century, Direktorat Perpajakan, dan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati).

Para pelaku korupsi tersebut bukanlah orang-orang bodoh yang tidak berpendidikan. Mereka adalah orang-orang berpendidikan tinggi yang pastinya pernah mengenyam pendidikan di Indonesia. Oleh sebab itu secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa mereka adalah "produk gagal" yang dilahirkan pendidikan negeri ini.

Di akhir bulan April lalu kita kembali dihebohkan oleh aksi kontroversi terkait ujian nasional (UN). Ribuan pelajar di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak lulus UN. Bahkan, ada beberapa sekolah yang tingkat kelulusannya adalah 0%. Akibatnya banyak pelajar yang frustasi. Bahkan, ada yang nekad mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.

Sistem pendidikan saat ini cenderung mencetak siswa-siswi yang berpikir fragmatis sehingga menghalalkan segala cara demi memperoleh predikat lulus. Pendidikan kini lebih diidentikan dengan kecerdasan intelektual semata. Oleh karenanya aspek lain seperti tata krama dan sopan santun dalam berperilaku semakin tidak diperhatikan.

Problematika pendidikan saat ini perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak. Baik siswa, orang tua, guru, maupun pemerintah. Menelantarkan pendidikan berarti sama halnya dengan menelantarkan bangsa dan membiarkannya menuju jurang kehancuran. Segenap kasus yang ada saat ini dapat menjadi titik tolak bagi kita untuk terus berusaha dalam membenahi wajah pendidikan negeri ini.

Spirit Perubahan

Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tahun oleh hampir seluruh institusi pendidikan di berbagai penjuru tanah air. Acara yang dilakukan hendaknya jangan hanya sebatas seremonia belaka.

Lebih jauh melalui momen ini kita dapat kembali merenungkan betapa pentingnya pendidikan untuk mencerdaskan bangsa. Bangsa cerdas dengan pendidikan berkualitas. Pendidikan berkualitas akan terwujud jika dan hanya jika ada kepedulian dari semua pihak.

Kita tidak perlu menghabiskan banyak energi untuk mencari kambing hitam atas buruknya wajah pendidikan bangsa akhir-akhir ini. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah menyusun langkah strategis, terukur, dan terarah secara baik untuk membenahi kekurangan-kekurangan sambil terus berusaha meningkatkan capaian prestasi yang sudah ada.

Kita masih mempunyai harapan besar untuk memperbaiki karakter bangsa ini karena secara agregat, jumlah pejabat koruptor jauh lebih sedikit daripada pejabat yang "bersih", masih banyak pelajar yang bersungguh-sungguh untuk mengikuti pendidikan di negeri ini. Masih ada guru-guru yang senantiasa bersemangat untuk memberikan ilmu yang ia miliki secara ikhlas. Masih banyak orang tua yang sangat mendukung program pendidikan pemerintah.

Adalah hal yang wajar jika suatu sistem perlu dilakukan evaluasi secara berkala. Evaluasi ini tentunya bertujuan untuk meningkatkan kinerja sistem berdasarkan faktor-faktor penghambat atau kendala yang ada. Begitu juga dengan pendidikan.

Pemerintah sebagai aparatur pembuat regulasi harus mengkaji semua aspek pendidikan dalam membuat kebijakan. Perubahan sistem (kurikulum) pendidikan harus memperhatikan standar fasilitas pendidikan yang ada di seluruh penjuru tanah air. Pemerataan pembangunan sarana infrastruktur menjadi hal mutlak dilakukan dalam rangka meminimalisir kesenjangan yang ada sehingga dapat mengurangi kecemburuan sosial.

Sesuai dengan UUD 1945, pasal 31 ayat (1), setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Kualitas murid sangat ditentukan oleh kualitas guru yang mengajar sehingga perlu ada upaya peningkatan kapasitas pendidik (guru) secara berkala. Peningkatan anggaran belanja untuk pendidikan merupakan salah satu langkah konkrit dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan bangsa.

Institusi pendidikan sebagai lembaga penyelenggara pendidikan juga perlu mengevaluasi dan meningkatkan kinerja secara internal. Ciptakan hubungan yang baik antara sesama guru pengajar, guru, dan siswa. Bahkan, antar sesama siswa. Dengan pelayanan dan hubungan yang baik siswa akan merasa nyaman dalam belajar sehingga target transfer ilmu yang diharapkan dapat terpenuhi.

Perlu ditekankan bahwasanya guru tidak hanya berperan sebagai pengajar. Akan tetapi yang lebih penting adalah mendidik. Oleh sebab itu guru harus mampu memberikan teladan baik bagi muridnya.

Hal sederhana yang dapat dilakukan adalah jangan melakukan apa yang tidak kita harapkan dilakukan oleh murid. Seperti: merokok, berbicara kasar, dan tidak perhatian terhadap murid. Guru yang baik adalah guru yang peka terhadap permasalahan yang dihadapi muridnya. Sebaliknya guru yang buruk adalah guru yang hanya ingin didengar tanpa mau mendengar suara muridnya.

Kini saatnya kita menerapkan pendidikan sistem pendidikan pengembangan karakter untuk memperbaiki karakter bangsa. Sistem pengembangan karakter akan mampu membentuk murid yang unggul dalam prestasi, terdidik, dan berbudi pekerti dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai murid, hal yang harus dilakukan adalah belajar dengan bersungguh-sungguh untuk mempersiapkan masa depan yang cemerlang. Jangan takut menghadapi ujian karena dengan ujian kita dapat mengukur seberapa besar tingkat keberhasilan kita dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah.

Yang terpenting adalah kita harus terus memupuk sikap sopan santun dan tata krama dalam berprilaku. Kejujuran merupakan hal utama yang harus kita miliki karena dengannya kita akan dihormati orang lain. Tidak ada lagi waktu untuk mencari-cari kesalahan atau melakukan pembenaran atas kegagalan yang kita alami.

Kini saatnya kita bangkit dari keterpurukan. Terus belajar dan pantang putus asa. Jadikan harimu menjadi lebih baik dengan mengasah kecerdasan emosional dan spiritual. Pelajar yang baik adalah dia yang berjiwa besar dan lapang dada dalam menerima setiap hasil ujian sambil terus memperbaiki kekurangan dan kelemahan yang ada.

Dalam pendidikan peran dan dukungan orang tua menjadi kebutuhan psikologis bagi anak. Kesibukan akan pekerjaan dan aktivitas keseharian terkadang menghilangkan perhatian orang tua terhadap perkembangan pendidikan anak.

Orang tua saat ini terkadang hanya beranggapan bahwa kewajibannya hanyalah mencari uang dan membiayai pendidikan anaknya. Padahal, perhatian dan dukungan orang tua dapat menjadi suplai energi bagi anak dalam proses belajar.

Sistem Komplementer

Pemerintah, institusi pendidikan, murid, dan orang tua menjadi suatu sistem komplementer yang saling berhubungan erat dalam memajukan pendidikan bangsa. Tanpa adanya kerja sama yang yang baik antara satu sama lain niscaya sistem tersebut tidak akan berjalan dengan baik.

Dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional ini kita tingkatkan sinergisitas sistem pendidikan yang ada sehingga tidak ada kemustahilan bagi kita untuk memperbaiki karakter bangsa menuju bangsa Indonesia yang bermartabat di mata dunia.(
Rahman Jinar Hadi )