Minggu, 08 Mei 2011

STANDARISASI PROSES PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

Oleh Yusep Suryana, M.Pd.

Puluhan tahun pendidikan formal kita berjalan melalui proses pembelajaran di sekolah tanpa adanya standar yang menjadi pedoman rujukan bagaimana seharusnya proses pendidikan/pembelajaran itu berlangsung. Proses pembelajaran   yang   terjadi  di  dalam    kelas    dilaksanakan     sesuai   dengan
kemampuan dan selera guru. Tidak ada standar yang jelas dan tegas yang wajib dipedomani oleh semua guru di sekolah secara nasional. Tak ada pula upaya berarti dari semua pihak pemangku kepentingan untuk mengarahkan pembelajaran itu. Akan dibawa kemana pembelajaran/pendidikan kita? Bagaimana seharusnya proses pendidikan/pembelajaran berlangsung? Model pembelajaran seperti apa dan bagaimana yang benar untuk dilaksanakan? Tidak terang, tidak berarah, tidak berpola, dan tidak menemukan wujud jati diri pedagogisnya yang benar dan sejati sehingga hasil proses pendidikan/pembelajaran tidak efisien, tidak efektif,  dan tidak produktif.
Akibat fenomena di atas, tidaklah heran apabila dunia pendidikan kita mengalami maslah lemahnya proses pembelajaran. Menurut Sanjaya (2008: 1), dalam proses pembelajaran, peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan peserta didik untuk menghafal informasi; otak peserta didik dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahamai informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.  Alhasil,  mereka  pintar secara teortis tetapi miskin aplikasi.
Hasil pendidikan kita pun lemah. Lemah dalam aspek kemampuan intelektual, emosional, spiritual, sosial, kreativitas, maupun keterampilan. Hasil pendidikan kita tidak banyak bermakna/berguna, tidak aplikatif, tidak fungsional, dan tidak korelatif dengan eksistensi dan tuntutan kehidupan nyata. Padahal hasil pendidikan yang tidak berguna bagi diri sendiri diancam azab paling keras pada hari Kiamat (hadits Rasullullah Saw, diriwayatkan Ath-Thabrani, Ibnu Ady dan Al-Baihaqy). Hasil pendidikan yang teoritis tidak aplikatif/dilakukan adalah kebencian yang amat besar di sisi Allah (maknai surat As-Shaf ayat 2 dan 3).

Standarisasi
Syukurlah sejak tahun 2005, meskipun demikian lambat dan merugi, pemerintah menyadari persoalan di atas bahkan persoalan pendidikan lainnya secara konperhensif dengan telah menetapkannya Standar Nasional Pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab II dinyatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Dari delapan standar tersebut, standar proses memiliki peranan yang sangat penting karena bagaimanapun idealnya standar-standar lainnya, tanpa didukung oleh standar proses yang memadai  maka standar-standar tersebut tidak akan memiliki nilai apa-apa. Oleh karena itu, standar proses pendidikan harus menjadi perhatian semua pihak terkait, terutama pemerintah.
Dalam Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, Ayat (6) dinyatakan bahwa standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada suatu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Dari pengertian ini ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan, yang berarti standar proses pendidikan dimaksud berlaku untuk setiap lembaga pendidikan formal pada jenjang pendidikan tertentu dimana pun lembaga pendidikan itu berada secara nasional. Dengan demikian, seluruh sekolah seharusnya melaksanakan proses pembelajaran seperti yang dirumuskan dalam standar proses pendidikan.. Kedua, standar proses pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran, yang berarti dalam standar proses pendidikan berisi tentang bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian, standar proses pendidikan dimaksud harus dijadikan pdoman bagi guru dalam pengelolaan pembelajaran. Ketiga, standar proses pendidikan diarahkan utntuk mencapai standar kompetensi lulusan. Dengan demikian, standar kompetensi lulusan merupakan sumber atau rujukan utama dalam menentukan standar proises pendidikan.
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab IV Standar Proses, Pasal 19, Ayat (1) dinyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Inilah standar proses pembelajaran yang harus dijadikan pedoman oleh guru dalam pelaksanaan dan pengembangan pembelajaran di sekolah.

Implementasi
            Standar proses pendidikan/pembelajaran sejak tahun 2005 sudah ada. Tinggal bagaimana implementasinya di sekolah-sekolah kita. Dalam kurun waktu lima tahun ini semua elemen praktisi pendidikan, terutama guru-guru, tampaknya belum memahami dan melaksanakan standar proses pendidikan/pembelajaran itu. Gerakan aksi penilaian, pembinaan, dan pemantauan dari pihak-pihak yang berwenang terhadap pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah-sekolah sejak diberlakukannya standar itu juga tampaknya masih lemah. Penyediaan buku pedoman operasioanl model pembelajaran berbasis standar proses pendidikan secara nasional di sekolah-sekolah pun belum ada. Belum lagi soal klasik kesulitan guru-guru mengubah paradigma atau mindset pedagogis lamanya yang teacher centered ke arah student centered.
            Tidak ada yang sulit untuk dipahami, diubah, dilaksanakan, dan diadakan apabila kita memulainya dengan komitmen untuk berubah, menyadari masalah yang tengah dihadapi, memiliki visi, dan rencana mutu untuk maju. Kita selama ini lemah dalam keempat hal tersebut sehingga berbagai upaya pembaharuan selalu kembali ke kenymanan statusquo. Karena itu, dengan tekad ibadah jihad mutu pendidikan dan memiliki empat hal tersebut, mari kita mulai lakukan gerakan aksi perubahan mutu pendidikan secara terpadu yang melibatkan semua pihak berkepentingan melalui implementasi proses pembelajaran yang  standar di sekolah-sekolah, yaitu proses pemebelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.

IIMMM PAPAKKEM
            Proses pembelajaran yang standar tersebut penulis kemas menjadi model pembelajaran IIMMM PAPAKKEM (Interaktif, Inspiratif, Menyenangkan, Menantang, Memotivasi, Partisipasi Aktif, Prakarsa, Kreativitas, dan Kemandirian). Model pembelajaran itulah yang harus menjadi pedoman bagi guru dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Dengan model pemebelajaran tersebut, maka pelaksanaan proses pembelajaran  meliputi kegiatan-kegiatan kerja kelompok dan diskusi (interaktif); pencarian, penemuan, dan pengamatan langsung (inspiratif); permainan, suasana menarik, penggunaan media (menyenangkan); pemecahan masalah (menantang), berkaitan dengan kemanfaatan bagi peserta didik (memotivasi), kegiatan kooperatif (partisipasi aktif), curah pendapat (prakarsa), tugas kreasi (kreativitas), dan tugas individual (kemandirian).
            Dalam pelaksanaannya, selain bisa saja model IIMMM PAPAKKEM itu langsung dijadikan sebagai sebuah startegi,  bisa juga menggunakan strategi-strategi seperti Contextual Teaching and Learning (CTL), Cooperatif Learning (CL), Enquiry and Discovery Learning (EDL), Quantum Teaching (QT), dan pembelajaran SAVI. Strategi CTL menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2006: 255). Strategi CL menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok (Sanjaya, 2006: 244). Strategi EDL menekankan pada pencarian dan penemuan sendiri (Riyanto, 2009: 138). Strategi QT menekankan pada pembimbingan siswa belajar dengan menyenangkan, mudah, aktif, dinamis, interaktif, efektif, dan bermakna (Bobbi DePorter, et al., 2003: 3). Pembelajaran SAVI menekankan pada penggabungan  gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indera (Meier, 2002: 91). Semua pelaksanaan strategi pembelajaran tersebut pada prinsipnya berujung pada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan, serta keterampilan peserta didik yang bermakna, berguna, dan sesuai dengan kebutuhan dalam kehidupan nyata.
Rekomendasi
            Sehubungan dengan bahasan di atas, perlu direkomendasikan kepada semua pihak terkait upaya-upaya sebagai berikut.
1. Perlu segera diadakan buku pedoman operasional pelaksanaan pembelajaran berbasis standar proses pendidikan secara nasional di sekolah-sekolah sehingga dengan proses pembelajaran yang berstandar proses yang sama diharapkan menghasilkan mutu hasil pembelajaran yang realif merata/sama.
2. Perlu segera diadakan pendidikan, pelatihan, dan pembinaan yang intensif bagi pengawas, kepala sekolah, dan guru-guru tentang model pelaksanaan pembelajaran berbasis standar proses pendidikan, seperti antara lain  model CTL, CL, EDL, QT, dan SAVI dalam rangka persiapan kemampuan implementasi.
3. Perlu dilaksanakan pemantauan, pembinaan/supervisi, evaluasi, dan pelaporan yang terprogram dan berkelanjutan terhadap pelaksanaan/proses pembelajaran di sekolah-sekolah dalam rangka aksi nyata standarsiasai proses pembelajaran.
4. Perlu adanya kesadaran dari semua pihak terkait untuk berusaha mengubah paradigma konvensional yang status quo ke arah paradigma baru yang progresif dan inovatif dengan memiliki komitmen kuat untuk berubah, menyadari masalah yang dihadapi untuk diatasi, memiliki visi yang jelas dan sinergis,  memiliki rencana aksi mutu pendidikan/pembelajaran dan melaksanakannya secara fokus, total, kooperatif-partisipatif, dan melakukan perbaikan yang terus menerus (continous improvment).
            Akhirnya, dengan tidak mengabaikan upaya pelaksanaan ketujuh standar pendidikan lainnya, maka dengan menekankan pada upaya nyata standarisasi  proses pembelajaran di sekolah-sekolah diharapkan dapat mempercepat perwujudan pendidikan nasional yang bermutu. Majulah pendidikan kita!. Semoga.

Penulis adalah
Kepala SDN Gedong Dalem 1 Cilegon

Tidak ada komentar: